Akademisi Hukum Pertanyakan Urgensi Pembentukan UU Baru tentang Pornografi
Pembentukan Undang-Undang baru tentang pornografi menuai perdebatan di kalangan akademisi hukum. Beberapa ahli mempertanyakan urgensi pembuatan regulasi baru tersebut, mengingat sudah ada aturan yang mengatur isu serupa.
Dr. Anita Sukma, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebenarnya telah memuat pasal-pasal yang relevan dengan penanganan kasus pornografi. Pertanyaannya, apakah benar-benar diperlukan UU baru? Atau cukup memaksimalkan penegakan hukum dari aturan yang sudah ada? ujarnya dalam sebuah diskusi publik, 15 November 2024.
Lebih lanjut, Dr. Sukma menyoroti potensi tumpang tindih regulasi jika UU Pornografi yang baru disahkan. Hal ini justru dapat menimbulkan kebingungan di kalangan penegak hukum dan masyarakat. Kita harus menghindari adanya overlapping regulasi. Fokus utama seharusnya adalah bagaimana meningkatkan efektivitas penegakan hukum yang sudah ada, tegasnya.
Senada dengan Dr. Sukma, Dr. Budi Santoso, ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, menekankan pentingnya kajian mendalam sebelum membentuk UU baru. Pembentukan UU harus didasarkan pada kebutuhan riil dan data yang akurat. Jangan sampai UU yang dihasilkan justru kontraproduktif dan menimbulkan masalah baru, katanya.
Dr. Santoso juga mengingatkan tentang perlunya memperhatikan aspek kebebasan berekspresi dan hak privasi dalam merumuskan UU Pornografi. Kita harus menjaga keseimbangan antara melindungi moralitas publik dengan menghormati hak-hak individu. Jangan sampai UU ini justru menjadi alat untuk membungkam kritik atau membatasi kebebasan berekspresi, imbuhnya.
Perdebatan mengenai urgensi UU Pornografi ini menunjukkan bahwa isu ini kompleks dan memerlukan pembahasan yang komprehensif. Para akademisi hukum berharap agar pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan akhir.
Tabel: Perbandingan Regulasi Pornografi
Regulasi | Fokus Utama | Kelebihan | Kekurangan |
---|---|---|---|
KUHP | Tindak pidana kesusilaan | Cakupan luas, sudah lama berlaku | Definisi kurang spesifik |
UU ITE | Penyebaran konten pornografi melalui media elektronik | Relevan dengan perkembangan teknologi | Potensi penyalahgunaan pasal karet |
RUU Pornografi (Usulan) | Definisi pornografi yang lebih rinci | Potensi penegakan hukum yang lebih efektif | Risiko tumpang tindih regulasi, potensi pembatasan kebebasan berekspresi |