• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Proses Panjang Pembahasan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak

img

Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) telah melalui perjalanan panjang dan berliku dalam proses pembahasannya. Inisiatif legislasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum, sekaligus menciptakan sistem peradilan yang lebih adil dan manusiawi.

Pembahasan RUU SPPA melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, DPR, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perlindungan anak, akademisi, hingga praktisi hukum. Setiap masukan dan pandangan dipertimbangkan secara seksama demi menghasilkan undang-undang yang komprehensif dan implementatif.

Salah satu isu krusial yang menjadi fokus pembahasan adalah mengenai diversi, yaitu upaya pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan formal ke proses di luar pengadilan. Diversi dianggap sebagai solusi yang lebih baik bagi anak-anak yang melakukan tindak pidana ringan, karena dapat menghindari stigma negatif dan memberikan kesempatan bagi anak untuk memperbaiki diri.

Selain itu, RUU SPPA juga mengatur mengenai hak-hak anak selama proses peradilan, termasuk hak untuk didampingi oleh penasihat hukum, hak untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai perkara yang dihadapinya, dan hak untuk diperlakukan secara manusiawi. Undang-undang ini juga menekankan pentingnya pendekatan restoratif justice, yaitu pendekatan yang berfokus pada pemulihan kerugian yang dialami korban dan reintegrasi anak ke dalam masyarakat.

Meskipun telah melalui proses pembahasan yang panjang, RUU SPPA masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah mengenai ketersediaan sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung implementasi undang-undang ini. Selain itu, perlu adanya koordinasi yang baik antara berbagai instansi terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan, agar RUU SPPA dapat berjalan efektif.

Diharapkan, dengan disahkannya RUU SPPA, sistem peradilan pidana anak di Indonesia akan menjadi lebih baik dan mampu memberikan perlindungan yang optimal bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Undang-undang ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi upaya-upaya perlindungan anak di Indonesia.

Tanggal: 16 Oktober 2024

Special Ads
© Copyright 2024 - BUSER KRIMINAL NEWS
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads