• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Hukum Pidana: Teori Pembalasan, Keadilan atau Dendam?

img

Dalam ranah hukum pidana, teori pembalasan memegang peranan penting sebagai salah satu justifikasi utama di balik penjatuhan hukuman. Teori ini berakar pada gagasan bahwa pelaku kejahatan harus menerima konsekuensi yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Inti dari teori pembalasan adalah retribusi. Hukuman dipandang sebagai cara untuk memulihkan keseimbangan yang telah terganggu akibat tindak pidana. Dengan kata lain, kejahatan menciptakan ketidakadilan, dan hukuman berfungsi untuk mengembalikan keadilan tersebut.

Pendukung teori ini berpendapat bahwa pembalasan adalah bentuk keadilan yang paling mendasar. Mereka percaya bahwa masyarakat memiliki hak moral untuk membalas dendam atas kejahatan yang dilakukan terhadapnya. Selain itu, pembalasan juga dianggap dapat memberikan kepuasan emosional bagi korban dan keluarga korban.

Meskipun demikian, teori pembalasan juga menuai kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa pembalasan bersifat primitif dan tidak manusiawi. Mereka berpendapat bahwa hukuman seharusnya lebih fokus pada rehabilitasi pelaku dan pencegahan kejahatan di masa depan.

Terlepas dari pro dan kontra, teori pembalasan tetap menjadi salah satu landasan penting dalam sistem hukum pidana di banyak negara. Penerapannya seringkali diwujudkan dalam bentuk hukuman penjara, denda, atau bahkan hukuman mati, tergantung pada beratnya kejahatan yang dilakukan.

Sebagai contoh, pada tanggal 15 Maret 2024, Mahkamah Agung memutuskan untuk memperberat hukuman seorang pelaku korupsi berdasarkan pertimbangan bahwa kejahatan tersebut telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. Putusan ini mencerminkan penerapan teori pembalasan dalam praktik peradilan.

Berikut adalah tabel yang menggambarkan perbedaan pandangan mengenai teori pembalasan:

AspekPendukung Teori PembalasanKritikus Teori Pembalasan
Fokus HukumanRetribusi dan KeadilanRehabilitasi dan Pencegahan
Dasar MoralHak Masyarakat untuk Membalas DendamKemanusiaan dan Penghindaran Kekerasan
EfektivitasMemberikan Kepuasan Emosional dan Menegakkan HukumMungkin Tidak Efektif dalam Mencegah Kejahatan
Special Ads
© Copyright 2024 - BUSER KRIMINAL NEWS
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads