Implementasi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) masih menghadapi berbagai tantangan signifikan. Advokat sebagai garda terdepan pembela hak anak, merasakan langsung kompleksitas permasalahan di lapangan.

Salah satu isu krusial adalah disparitas pemahaman antar aparat penegak hukum mengenai filosofi restorative justice yang menjadi ruh UU SPPA. Seringkali, penanganan perkara anak masih terjebak dalam paradigma pemidanaan konvensional, alih-alih mengedepankan pendekatan yang berorientasi pada kepentingan terbaik anak.

Keterbatasan sumber daya, baik dari segi anggaran maupun sumber daya manusia, juga menjadi kendala serius. Jumlah pekerja sosial dan pembimbing kemasyarakatan yang ideal masih jauh dari harapan, sehingga proses pendampingan dan rehabilitasi anak menjadi kurang optimal.

Selain itu, koordinasi antar lembaga terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan, perlu ditingkatkan. Sinkronisasi data dan informasi yang akurat sangat penting untuk memastikan penanganan perkara anak berjalan efektif dan efisien.

Peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam mendukung implementasi UU SPPA. Edukasi dan sosialisasi mengenai hak-hak anak dan pentingnya pendekatan restorative justice perlu terus digencarkan agar masyarakat lebih peduli dan berpartisipasi aktif dalam upaya perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum.

Advokat memiliki peran strategis dalam mengawal implementasi UU SPPA. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, advokat dapat memberikan pendampingan hukum yang berkualitas kepada anak, serta mengadvokasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan terbaik anak.

Pada akhirnya, implementasi UU SPPA yang efektif membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak. Hanya dengan sinergi yang kuat, kita dapat mewujudkan sistem peradilan pidana anak yang benar-benar melindungi hak-hak anak dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk kembali ke jalan yang benar.

Tantangan Implementasi UU SPPA:

Aspek Kendala
Pemahaman Aparat Disparitas interpretasi restorative justice
Sumber Daya Keterbatasan anggaran dan SDM
Koordinasi Lembaga Kurangnya sinkronisasi data dan informasi
Peran Masyarakat Kurangnya edukasi dan partisipasi aktif
Share this article
The link has been copied!