Akademisi Hukum Pertanyakan Efektivitas Sanksi Pidana dalam UU Lingkungan Hidup
Efektivitas sanksi pidana dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup kembali menjadi sorotan. Kalangan akademisi hukum mempertanyakan apakah hukuman penjara dan denda benar-benar mampu memberikan efek jera bagi pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.
Menurut beberapa ahli, pendekatan pidana seringkali kurang efektif karena proses hukum yang panjang dan rumit. Selain itu, besaran denda yang ditetapkan dalam undang-undang dinilai tidak sebanding dengan keuntungan ekonomi yang diperoleh dari aktivitas merusak lingkungan.
“Sanksi pidana seharusnya menjadi ultimum remedium, upaya terakhir setelah mekanisme lain tidak berhasil,” ujar seorang pakar hukum lingkungan. Ia menambahkan bahwa fokus seharusnya lebih diarahkan pada upaya pencegahan dan pemulihan lingkungan.
Beberapa akademisi mengusulkan agar pemerintah lebih mengoptimalkan instrumen hukum administratif, seperti pencabutan izin usaha dan pengenaan sanksi perdata yang lebih signifikan. Selain itu, penting untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di lapangan.
Diskusi mengenai efektivitas sanksi pidana dalam UU Lingkungan Hidup ini diharapkan dapat mendorong perbaikan sistem hukum lingkungan di Indonesia. Tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan lestari bagi generasi mendatang.
Pada tanggal 16 Mei 2024, seminar nasional yang membahas isu ini diadakan di Universitas Indonesia. Seminar tersebut menghadirkan berbagai pakar hukum, praktisi lingkungan, dan perwakilan pemerintah untuk bertukar pikiran dan mencari solusi terbaik.
Tabel: Perbandingan Sanksi Pidana dan Administratif
Jenis Sanksi | Kelebihan | Kekurangan |
---|---|---|
Pidana | Memberikan efek jera yang kuat (teoritis), menimbulkan stigma sosial | Proses hukum panjang dan rumit, denda seringkali tidak sebanding dengan kerugian |
Administratif | Proses lebih cepat dan sederhana, dapat langsung menghentikan aktivitas merusak | Efek jera kurang kuat dibandingkan pidana, potensi penyalahgunaan wewenang |