Pasal tentang Berita Bohong dalam UU ITE Picu Kekhawatiran Pembatasan Kebebasan Pers
Jakarta, 26 Oktober 2023 - Penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal yang mengatur tentang penyebaran berita bohong atau hoaks, kembali menjadi sorotan. Kalangan pers dan masyarakat sipil выражают kekhawatiran bahwa pasal ini berpotensi menjadi alat untuk membungkam kritik dan membatasi kebebasan pers di Indonesia.
Kritik utama tertuju pada rumusan pasal yang dianggap karet dan multitafsir. Ketidakjelasan definisi berita bohong membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengkriminalisasi jurnalis atau individu yang menyampaikan informasi yang dianggap tidak sesuai dengan narasi penguasa. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa pasal ini telah digunakan untuk menjerat jurnalis dan aktivis yang kritis terhadap pemerintah. Proses hukum yang panjang dan berbiaya mahal juga menjadi beban tersendiri bagi mereka yang dituduh menyebarkan berita bohong. Dampaknya, banyak jurnalis menjadi lebih berhati-hati dalam meliput isu-isu sensitif, yang pada akhirnya dapat mengurangi kualitas informasi yang diterima oleh publik.
Para ahli hukum dan organisasi pers mendesak pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU ITE, khususnya pasal tentang berita bohong. Revisi ini diharapkan dapat memperjelas definisi berita bohong dan memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi kebebasan pers dan berekspresi. Selain itu, perlu ada mekanisme yang independen dan transparan untuk memverifikasi kebenaran suatu informasi sebelum diproses secara hukum.
Kebebasan pers merupakan pilar penting dalam negara demokrasi. Pembatasan kebebasan pers, dengan alasan apapun, dapat mengancam kualitas demokrasi dan menghambat partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kebebasan pers harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan seluruh elemen masyarakat.